Jan 29, 2009

Letzte Bahn - Silbermond

Ich nehm die letzte Bahn
Die mich von hier noch zu dir fährt
Es ist ziemlich kalt hier unten
Niemand sonst noch hier
Ich denk noch drüber nach
Wie ich es dir am besten sag
Dass für dich ohne mich alles so viel besser wär

Und wenn du nur wüsstest
Dass das mein letzter Tag sein wird
Könntest du dann mit mir reden
So als wär's wie immer

Kommst du mir nach
Wenn ich jetzt von dir geh
Denn ich bleib für immer
Und schreib dir mal von dort

In deinem Zimmer brennt noch Licht Scheinbar siehst du noch fern
Denkst du an mich wenn's jetzt klingelt
Und hoffst dass ich es bin
Ich bin gar nicht hier um zu sagen wie leid's mir tut
Denn ich hätt's nich verdient
Dass du mir verzeihst

Und alles was jetzt ist
Wird nie mehr so sein wie es war
Deshalb muss ich schnell vergessen
Wie es ist wenn du mich küsst

Alles was jetzt ist wird nie mehr so sein Wie es war
Deshalb muss ich schnell vergessen
Wie es ist wenn man mich küsst

Kommst du kommst du mir nach
Denn ich bleib ich bleib für immer

Jan 28, 2009

Dua Pucuk Surat dari Masa Lalu atas nama Cinta

Dalam perjalanannya, manusia seperti gwe memang gak akan pernah lepas dari masa lalu, buat gwe, hidup gwe hari ini adalah sebuah kelanjutan dari hari kemarin, Sepahit dan se-miserable apapun saat kemarin. Sebuah petualangan baru dalam hidup yang bisa menyita waktu dan atensi orang pada umumnya, akan menjadi janggal buat gwe, dilewati tanpa mereka yang sudah memupuk cinta buat gwe dan membesarkan gwe sampai hari ini. Selalu ada tempat untuk masa lalu dan individu yang berlakon di dalamnya, terlebih mereka, yang menjadi pemeran utama dalam hidup gwe secara alami maupun secara insidental.

Dua pucuk surat dari masa lalu, tersimpan, tersembunyi tak tersentuh di laci di bawah TV di kamar gwe. Dua lembar kertas kecil, singkat, padat dan bermakna itu melepas gwe pada 24 November 2007, hari di saat gwe pertama kali menangis merasa kehilangan dan merindukan segalanya. Hari di saat gwe memulai langkah pertama gwe "menuju kedewasaan yang sesungguhnya", so it says in the letter.

Berat buat gwe, mengingat dan menjiwai masa lalu gwe yang selalu hidup dan menghantui gwe, well, in a good way. Gwe adalah sosok yang sangat mendalami setiap detail dalam berbagai hal, meskipun dalam pembawaannya gwe bisa jadi orang yang sangat cuek dan acuh terhadap hal sebesar apapun. Sisi yang sangat cengeng dan penuh perasaan dan sensitifitas yang membuat gwe tidak berani menengok ke belakang dan merelakan diri gwe menangis merindu dan berteriak minta pulang. Dalam hal ini, bagi gwe, membuka dan membaca kembali suara hati sang penulis surat bisa merangsang air mata gwe yang beberapa hari ini menemani gwe dalam kesendirian, kesusahan, frustrasi dan desperasi gwe.

Surat-surat, itu, suara hati kekasih yang sesungguhnya, cinta murni yang luput dari mata batin gwe, berdiam nyaman dalam kesunyian laci kamar, tidak tersentuh... Sampai pada hari di mana gwe berani membukanya kembali pada hari ini.

Tulisan itu, berwarna hitam dan biru, tidak sulit buat gwe mengenali sang penulis. Dua orang terdekat dalam hidup gwe, sosok yang sabar dan penyayang, penuh ketulusan dan keibuan. Dibanding kebanyakan orang yang keluar masuk hidup gwe, meninggalkan berjuta kenangan kopi susu yang pahit-pahit manis sepet, mereka tidak terkalahkan. Ibarat metamorfosa kupu-kupu.. Mereka yang ngemongin dan nungguin gwe mekar, dari ulat yang buruk rupa, beralih menjadi kepompong yang tertutup dan misterius, sampai pada hari gwe bertransformasi jadi kupu-kupu yang indah, mereka selalu ada dalam hidup gwe lately, saat gwe butuh, saat gwe gak butuh, saat gwe jatuh dan kritis membutuhkan uluran tangan saat gwe sedih, mereka yang memeluk dan membelai gwe dan mengatakan "Jangan nangis, semua akan baik-baik aja.", Saat gwe senang mereka tersenyum manis di belakang gwe meskipun gwe lupa sama mereka. Saat gwe pergi mereka yang paling tegar dan bangga dan saat gwe pulang, mereka pasti yang paling kangen sama gwe.
(btw, sebagai kupu-kupu,gwe..gak indah-indah banget sih, tapi dapetlah analoginya, ya? hee.)

Untuk ukuran sebuah cerpen, prosa, syair, atau apapun yang mereka tulis, dari sekian banyak surat "good bye and i'm/we're gonna mis you" yang menumpuk dalam sebuah amplop putih bertuliskan "Just for You", yang dimandatkan ke gwe saat gwe berangkat ke jerman, dua sejoli ini selalu menyita perhatian gwe saat gwe intip, gwe pirit. Rangkaian kata-kata yang simple tapi berisi. gwe ibaratkan sebuah charger handphone yang jadi barang darurat saat batere habis. Dan inilah, sebuah curhat melankolis, yang menghangatkan malam stres-ujian gwe. Menemani jeruk nipis panas dan filter terakhir: "Dua Pucuk Surat dari masa lalu, atas nama cinta."...

Sebuah buku yang gwe pinjam dari seorang teman baik, menyuratkan sebuah analisa yang kira-kira berbunyi demikian, "Kesuksesan seseorang tidak akan pernah lepas dari peran wanita yang ada di belakang layar.". Kalo kita buka pikiran kita, mungkin sosok wanita ini tidak harus berwujud istri, pacar, kekasih, hts-an, ttm-an, gebetan, kasih tak sampai (mulai gak jelas) atau obsesi kan? Bisa juga nenek-nenek tua, seorang ibu penyayang, ibu tiri galak a'la Cinderella atau mbok-mbok di warung kopi di Ciputat (gak penting..). Well, Siapapun dia, pada kenyataannya, seperti yang dialami Napoleon yang mengalami kejatuhan setelah ditinggal "wanita"nya atau Hitler yang luluh oleh pesona sang Eva, mereka kelihatannya punya porsi besar somehow, dalam keberhasilan seorang pria (atau wanita. gwe open minded kok..hehe). Entah bagaimana cara kerjanya, kalau di logic, hal ini memang sulit diiyakan, tapi biarkan begitu saja lah, begini saja "konsep itu" sudah sangat nyaman dan menyenangkan untuk dinikmati.

Anyway,

Dua lembar kertas itu berkata-kata soal gwe dan betapa gwe "betapa" dalam hidup mereka, yang sampai hari ini masih belum gwe pahami mengapa demikian. beberapa pesan dan kesan ditulis dalam waktu singkat (kelihatannya), penuh upaya dan haru (Pede!) Dibanding surat-surat perpisahan umum lainnya yang ber-lebay-an dan berkata-kata indah-romantis-maksa, kata-kata yang tertulis benar-benar sederhana, dengan "saya-kamu" yang gwe dengar setiap hari sebelum gwe berangkat, namun menyiratkan makna yang rasanya lebih besar daripada yang tersurat. Beberapa penggal kata-kata yang membekas di sanubari gwe (hhhaaahelah...), jadi lagu mellow merdu di malam yang belum juga menampakkan bintang-bintang..

"24 dari sekarang, kamu sudah ada di atas pesawat yang mengantar kamu ke tempat jauh, tempat yang sekian lama jadi pembicaraan mimpi dan harapanmu."

"Di manapun kamu berada sekarang, aku pasti sedang kangen banget sama kamu.."

"Risang jangan ragu lagi, inilah jalan hidupmuu, semangat ya, Jangan ragukan cinta kami kepada kamu, kami akan melakukan apapun untuk keberhasilanmu.."

"Kalau bisa mau rasanya bisa ikut kamu sepanjang hidup kamu sepanjang hidupku, tapi rencana Tuhan adalah hari ini kamu memulai jalan ke kedewasaan yang sesungguhnya.."

"Aku berharap sampai kapanpun kita gak akan pernah melupakan kebersamaan kita ini" I won't!

"Jadilah Risang yang lebih baik, Kalau Tuhan ngasih kesempatan kita untuk ketemu lagi, aku berharap kamu bisa membuatku lebih bangga dari kebanggaanku saat melepaskanmu hari ini.. Jadilah orang yang bernilai, Aku akan selalu mendoakanmu."

Ternyata gak beberapa penggal ding...

Anyway..

Kalo dipikir-pikir, unik juga bagaimana tinta dan pulpen bisa jadi segitu bermakna buat gwe.. They say, "Tinta lebih tajam dari peluru". Gwe bilang, "Tinta itu kadang bisa lebih lembut dari marshmellow".

Dan malam ini, gwe lipat lagi dua pucuk surat dari masa lalu atas nama cinta, kali ini, gwe simpan di atas meja, biar setiap kali bisa gwe lihat dan feel recharged lagi. laci? biar jadi tempat sampah yang sekarang harus disembunyikan dan dilupakan sesaat.

Lagipula, ga ada salahnya menyeret sedikit masa lalu yang bisa atau bahkan pasti jadi masa depan gwe, ke masa kini.. terutama, kalo mereka terbungkus rapi atas nama cinta.

Jan 25, 2009

PASTI BISA!!!

Doaku hari ini

Ya Tuhan,
berkenankah Engkau memberikan seorang aku kekuatan melewati ujianku.
Berikanlah aku kepercayaan diri dan ketegaran yang pantang menyerah..
Bangkitkanlah kebanggaan yang lama terpendam tak bersuara..
Dan kesadaran diri sepenuhnya menjalani hari demi hari, melewati masalah demi masalah..

Berkenanlah memberikan aku ketenangan hati, jiwa dan pikiran..
Keseluruhan diri yang mendayagunakan seluruh aku dalama berupaya..
Dan keyakinan bahwa hari yang lebih cerah akan datang..

Berkatilah mereka yang menyayangiku, mendukungku, dan menaruh kepercayaan terhadapku..
Sayangilah mereka dan berikanlah mereka kebahagiaan..
jangan lupakan mereka yang meninggalkanku, membenci dan melupakanku..
Sayangilah mereka dan berikanlah mereka kebahagiaan..

Ya Tuhan Engkau tahu apa yang kuinginkan..
Namun Engkau lebih tahu apa yang kubutuhkan..
Jika Engkau berkenan, kabulkanlah keinginanku...
Namun jika aku harus menjalani berbeda, berikanlah aku kekuatan untuk menjalani dan menerima segalanya..

Amin

Jan 24, 2009

Inspiration: Capella

"Satu... Dua.. Tiga, Empat.. Lima.. Enam.. Tujuh.. Delapaannnnnnn... Sesaat terhenti.. "Loh, yang tadi mana ya? eh yang itu kelap-kelip... Biru..putih..biru putih... ahhhh.. Sembilaaaaannnnn..."..

Bintang terakhir yang bersinar lebih gemerlap dari lainnya, gwe namakan "Capella", seperti nama salah satu dari banyak bintang-bintang yang bersinar paling terang.

***
Malam, dingin, rintikan air hujan mencairkan salju yang sepanjang hari membeku dan mengkristal di rumput dan pepohonan.. Sepanjang hari, putih salju dan butiran-butirannya yang seperti kapas menemani gwe, menghangatkan gwe, seiring suhu yang menurun mengikuti semakin banyaknya salju yang berjatuhan. Sebuah rumah dari kejauhan mengeluarkan asap dari cerobongnya, "sebuah keluarga yang penuh cinta pasti saling menghangatkan di dalam sana", pikir gwe. Kangennyaaa sama rumah, membayangkan malam natal di saat semua berkumpul dan bercerita, tersenyum, seakan-akan segala konflik kehidupan belum pernah kita jumpai. Sms-sms natal berubi-tubi masuk, bunyi ring tone sepertinya jadi joyeux Noel yang unik. Ajaibnya hari-hari itu dulu, mungkin baru gwe jumpai lagi beberapa tahun lagi.

Sambil terus melamun, gwe berdiri di balkon, tanpa sadar gwe berdiri memandangi langit yang agak terang malam ini. sedikit angin dan air yang berseliweran menghalau gwe benar-benar menghibur dan menenangkan. Malam ini, indah lagi seperti biasanya.

Tapi, di tengah lamunan gwe, gwe merasa.. Ada yang hilang dari sunyi senyap malam ini. Apa ya?
Bintang-bintang itu.. Kemana ya mereka selama ini? Bersembunyi dibalik malam yang enggan meredup. Menjadikan kemunculan mereka sesuatu yang istimewa buat gwe.

Anyway..

Tadi siang, pada saat gwe keluar rumah, Sedikit keingintahuan gwe menggoda gwe untuk membuka kotak pos yang biasanya, kosong-kosong aja.

Di dalam kotak pos, gwe temui sebuah amplop surat putih, berplastik transparan di bagian mukanya, yang memungkinkan gwe melihat sedikit apa isi surat itu. Di dalam amplop itu, terdapat selembar kertas bertuliskan tulisan tangan seseorang dengan caption: "Untuk 'Risang'.. ".

"apa ya? siapa sih yang ngirim?", tanya gwe dalam hati. Apakah perkembangan teknologi belum jadi bagian dari hari-hari orang ini?

Sebuah surat pendek, seperti memo dengan sedikit pesan yang menyita perhatian gwe untuk beberapa menit. gwe makin bertanya-tanya dalam hati, penasaran sekaligus deg-degan gak sabar membaca seluruh isinya.

Dalam surat itu, si pengirim menuliskan beberapa penggal kalimat dalam bahasa jerman yang kira-kira berbunyi, "Kamu pasti bisa melewati hari-harimu, saya percaya kamu bisa, teman baikku..".

Dibalik lembaran surat di dalam amplop itu, terdapat beberapa butir aspirin, yang ditujukan juga untuk gwe, dengan pesan: "Minum beberapa saat kamu 'pusing'...".

Di akhir surat itu, sang pengirim menambahkan,"Maaf saya tidak bisa mengatakan selamat tinggal kepadamu. Saya harus pergi pagi ini, kita keep in touch ya? Sampai jumpa kawanku!".

Air mata gwe lagi-lagi gak punya adat. Turun begitu aja, dan dunia seakan berhenti berputar. Untuk beberapa menit, gwe termenung mengautiskan diri, menggumamkan kalimat-kalimat yang tersurat di selembar kertas itu.

Sebuah surat, dari seorang sahabat baik, seorang teman, seorang kawan seperjuangan, sebuah bintang yang hilang dari hari-hari gwe.

Mereka datang dan pergi. Di saat gwe merasa sangat nyaman, saat itulah "semuanya bisa terjadi" jadi hal yang paling gwe kuatirkan terjadi diantara kami. Di saat gwe merasa paling menyayangi mereka, di saat itulah cinta itu berakhir dengan sangat dinginnya. Seperti kata pepatah, "The hottest love has the coldest end."


Gwe melamun, mengingat-ingat lagi beberapa kejadian belakangan yang sedikit menggetarkan gwe dan menyentuh hati terdalam gwe sampai hari ini. Kejadian-kejadian yang begitu cepat tidak terduga terjadi. Kejadian-kejadian yang tidak pernah akan kita pikirkan akan terjadi. Kejadian-kejadian yang membekas dan memberi dampak dalam hidup kita keesokan harinya. Kejadian-kejadian yang tidak bisa dijelaskan dan dimengerti. Hanya dengan menjalani dan maka berharaplah suatu saat kita akan mengerti.

Sejenak gwe menatap langit lagi, berpura-pura langit berwarna biru dan bertaburan bintang, gwe menutup mata dan mulai mengitung mereka. Dari satu... sampai sembilan... Ngomong-ngomong, Bintang terakhir yang gwe lihat.. Benar-benar indah! Berkelap-kelip, bersinar dan menarik perhatian gwe setiap kali memandang langit. Yeah well.. hee..

Imajinasi gwe membawa gwe sedikit bermimpi dan mengandai-andai, berharap suatu saat bintang itu muncul dan menemani gwe lagi. Gwe akan bersabar menunggu bintang-bintang datang kembali, untuk sebuah reuni yang akan indah pada waktunya.

kembali lagi..
memandang indahnya Capella dan kedelapan bintang di langit...

Di satu hari, pada suatu malam.. suatu saat nanti..

(für Cesar Osorio, Aufwiedersehen! Machts gut, Freund! Wir sehen uns!)

Jan 22, 2009

Dibalik senyum dan tawaku hari ini,
Mengalihkan semua kesedihan yang meronta-ronta minta dimanjakan,
Aku meneteskan air mata ketakutan,
Ketakutan, akan yang akan datang dalam hidupku, esok..
Apa lagi? Apa lagi yang akan terjadi?

Kemarin, aku menangis,
berteriak,
aku merintih perih disakiti cinta dan dikhianati kejujuran..
Aku terperosok jatuh ke dalam lautan air mata dan erangan seiring tangisku membasahi hariku, menjadi lagu kebahagiaan semua kekalahan dalam diriku..
Aku kehilangan arah..
Aku menyerah..
Aku menyerah untuk cinta..
Aku menyerah untuk hidup..

Aku berteriak minta tolong, minta dipeluk dan dininabobokan..
Berharap aku tertidur pulas dan terlupakan sakitku..
Bukannya bangun sepanjang hari, berwajah sendu, berasa dunia sudah berakhir..
Menarik perhatian sejuta umat yang tersenyum memberkati hari yang cerah..
Sementara aku,
termenung lugu, menyaksikan diriku terhanyut dalam kegalauan..

Aku menggigil ketakutan..
Pucat lesu aku sekarat..

Di manakah malaikatku?
Kutitipkan hatiku padamu..
Kupercayakan jiwaku padamu..
Kuserahkan hidupku untukmu..

Di manakah kamu?!
Mengapa engkau meninggalkanku saat aku membutuhkanmu?
Di mana janji manismu?
Di mana kesetiaan dan komitmen?
Di manakah cinta dan kejujuran?
Aku menanti namun ia tak kembali, Aku memanggil namun ia tak menjawab..

Sang malaikat pencuri hati terlalu sibuk menghancurkan hatiku,
Tertawa saat diriku jatuh,
lebam-lebam, luka-luka..
Sekarat, hilang harapan..

Aku terpojok lemah,
Udara dingin menusuk-nusuk tulangku
Dan darahku berhenti mengalir,
nafasku sesak terperangkap di dadaku
Dan perutku mual memutar memori indah kembali..
Aku akan mati,
Sementara malaikatku pindah ke lain hati...

Aku terjatuh..
Aku diinjak..
Aku dihina..
Aku disakiti..
Dan aku dikhianati..
Aku terdiam..
Tak melawan..
Aku percaya aku terselamatkan..
Aku tersenyum dibalik tangis yang memalukan,
dibalik belas kasihan yang merendahkanku..
Dibalik cinta yang membuangku..
Meskipun hancur hari indahku..

Aku berdiri tegap, menghapus air mataku..
Terisak-isak aku berjalan,
Mengumpulkan seluruh diriku yang hancur berkeping-keping..
Menyusunnya dan mengutuhkannya kembali..

Aku tak akan jadi sempurna lagi,
Aku rusak dan hancur..
Aku tidak akan jadi indah seperti dulu..
Aku retak..
Aku habis..
Oh Tuhan...
Mengapa?

Aku..
manusia aku bukan binatang
Aku punya rasa dan aku punya akal
Aku bisa menangis dan aku bisa terluka

Namun aku..
Aku tersenyum saat terluka
dan aku tertawa saat menangis..
Apalah yang aku lakukan?
Membohongi kesedihanku?
Aku tak tahu..

Aku melamun dibuai trauma..
Aku terdiam aku membisu..
Aku berharap dan terus berdoa..
Akan terjadi sesuatu yang indah
esok hari, esok nanti..

Jan 21, 2009

"Sebuah..." yang belum terucap

Sayang,
Sampai kapan ya kita akan begini?
Aku.. Aku bermimpi tentangmu tadi malam, kemarin malam, malam ini dan besok malam..
Aku memikirkanmu sepanjang hari, setiap saat...
Di langit biru-putih, aku melihatmu,
Di antara dedaunan yang jatuh meranggas...
Di pekatnya udara malam di bulan Oktober...
Dalam derasnya rintik hujan...
Aku selalu melihatmu...
Namun...
Mayanya dirimu...
kau tak tersentuh..
Tak terlihat... dan tak terdengar...
Di antara kesunyian hawa malam, aku mencari mu...
Di dalam tenangnya air...
Di dalam ruang kosong .. Detak jarum jam rasanya berteriak memekakkan telingaku...
Kemanakah dirimu?
Sayang, sampai kapan ya kita begini?
Berjauhan.. terbatas... terhalang..?
Sayang, apakah kau mendengar suaraku saat ini?
Apakah kamu sudah tidur?
Dapatkah aku masuk ke dalam mimpimu dan mengatakan, „Aku sayang kamu“?
Sayang...
Jangan tinggalkan aku ya?
Genggam terus tanganku..
Dan biarkan aku merasakanmu...
Meski harus jauh, terbatas dan terhalang...
Karena aku, tak akan meninggalkanmu...
Sayang, aku mendengarmu...
Aku melihatmu!
Dalam tangis piluku malam ini...

Jan 20, 2009

Satu saat langka dalam hari-hari gwe, gwe berharap, semua orang mengikuti hari-hari gwe dan bersimpati sama gwe. Mereka, secara umum, mereka yang diharapkan dan mereka yang biasanya begitu. Tapi pada kenyataannya, gwe cuma akan bersimpuh menangis berteriak dan memohon, tapi, dunia tetap akan berputar sesuai porosnya gak pedulikan manusia seperti gwe yang butuh sedikit pelukan, melamun sendiri, merasa sepi di dunia yang penuh manusia dan perhatian. Kehangatan di kala dingin, keteduhan di saat hujan, senyum di kala sedih dan perhatian di kala sepi sepertinya harus gwe tanggapi sedikit sebagai sesuatu yang mulai maya dalam hari-hari gwe. Dan dunia ini, bukan cinderella story yang membuat kita terharu manja menyaksikan kisah dongengnya yang voll fantasy. Dan memaksa membuka mata, terlepas dari air mata yang mengering dan perih, lalu belajar menyadari semua itu, untuk selanjutnya berusaha bangkit setelah jatuh tetrimpa semua hal yang tidak pernah terpikirkan dan akhirnya memulai langkah berani menjalani itu, melupakan semua perilaku dan siksaan manusia-manusia yang kadang gak sadar berhadapan dengan manusia, bukan binatang, adalah SULIT.

Entah.. bagaimana mekanisme dari recovery semua kesedihan dan sakit, yang pasti gak semudah membalikkan telapak tangan. Dan gak sesederhana recovery sebuah penyakit atau cidera setelah main bola. Bahkan itu saja sudah complicated untuk dimengerti. Segala vonis dan hipotesa, prediksi dan bayangan secara medis pun bisa salah dan meleset. Bisa berujung kesembuhan total yang membahagiakan atau.. berakhir sakit yang gak berkesudahan, kelumpuha atau bahkan kematian kekal.

Dan sekarang, adakah seorang dokter yang bisa menjelaskan dan memvonis apa yang terjadi dan akan terjadi dengan perasaan gwe? Emosi gwe? stabilitas gwe? Di saat gwe bahkan jadi gak kenal diri gwe sendiri, saat berusaha memisahkan semua rasio dengan perasaan. Seakan berjalan dengan mata tertutup, semua ini gak jelas gimana kelanjutan dan efeknya. Saat gwe jatuh masuk ke dalam lubang yang dalam di saat yang benar-benar gak tepat, gwe gak tau mesti gimana. Mencari sisa-sisa harga diri gwe yang tersebar kemana-mana dan sisa-sisa energi yang darurat gwe butuhin secepatny auntuk tetap bertahan hidup.

Gwe ga akan bisa mengerti apa yang terjadi dan mengapa itu terasa sangat menyakitkan dan menyiksa. Gwe juga bosen ngomong semoga begini, semoga begitu.. Gwe gak tau apa yang mesti gwe lakukan, haruskah gwe berdoa memohon, haruskah gwe berpasrah, berjuang atau bertanya-tanya mencari jawaban? saat ini perasaan gwe bercampur aduk, membenci, mencinta, meratapi, menangis, melongo... Gwe daritadi berusaha menganalogikan sakit hati gwe dengan ditendang pake sepatu lars di muka dan di perut, atau ada yang lebih buruk ya?

Gwe gak tahu harus gimana, dan gimana jadinya gwe. God help me.. Bukakan mata gwe dan biarkan gwe menangis melihat kenyataan yang pahit, tapi angkat gwe bangun dan paksa gwe berjalan melalui semua ini dengan tegar..

Jan 19, 2009

Apa yang "Hidup" coba katakan pada kita? Seakan-akan semua terjadi begitu saja, pertemuan-perpisahan, cinta lalu benci, kegagalan dan keberhasilan, tangis dan tawa yang semua ceritanya terjadi gak permisi, tiba-tiba, seperti kemalingan subuh-subuh. I just broke up with my lover. Lover, eh? Yes, I love (without -ed) her. Yes i broke up with my lover a week before my final exam this semester. What could be worst than that? I didn't see it coming anyway, even worst, huh?Well, I guess, there's nothing worst than that for now.

Entah bagaimana menjelaskan semuanya. Semua terjadi begitu aja, di hari monthly-versary kami yang kesekian. Di hari yang indah awalnya, berakhir sedih yang sangat menyobek-nyobek hati. Sesaat gwe ngrasa hidup gwe berakhir, gwe cuma bisa nangis, merasa terkhianati, merasa dibohongi, merasa tertipu, ditinggal, terbuang dan merasa gwe gak bisa go on lagi. Yup, Di titik ini gwe berhenti dan menyerah.

Saat semua sedih menyelimuti, Kecewa meluap-luap, Emosi tidak terkendali, sakit yang menyayat-nyayat... ternyata, gwe bisa menemukan suatu kesendirian dipeluk orang-orang yang selalu ada buat gwe, nyokap,bokap, adek-adek gwe, kumpel-kumpel gwe yang gak akan pernah menyakiti gwe. Gwe menemukan secercah cahaya yang membuat gwe tersenyum sekejap malam ini, tanpa gwe bertanya-tanya bagaimana air mata itu berubah sekejap menjadi senyum yang gak jelas dateng dari mana. I just did.. I smiled.. Gak ada satu pun dari mereka yang menghibur gwe, mereka semua menyemangati gwe dan berdiri di samping gwe memeluk gwe di saat orang yang seharusnya memeluk gwe meninggalkan gwe. I love you guys..

Gwe bener-bener speechless. Tega amat hidup ini memberikan gwe cobaan seperti ini seminggu sebelum saat-saat penentuan minggu depan. Tapi, What can I say.. Kalau ini yang terbaik, semoga saja.. Semoga begitu nantinya.. Ya sudah gwe terima semua sakit ini dengan lapang dada. Dan gwe akan tetap berusaha tersenyum dibalik air mata yang akan keluar setiap hari setelah hari ini. Dan gwe gak akan menyerah hari ini, gak hanya karena hal ini. Kalau memang tendensinya untuk menyakiti, biarlah pihak yang berkepentingan mencapai kepentingannya, sementara gwe, hmm.. Kita lihat aja ya prospek dari yang terjadi hari ini 3 tahun lagi?

Hard to fail even if I want to. Dan gak akan ada seorang pun yang boleh menyakiti gwe seperti hari ini, might be the worst pain in Germany so far. Semoga bermanfaat buat gwe.. Thanks for the unforgettable experience today yaa.. Semoga Sakit yang kau tumpahkan padaku membawa hikmah secepatnya...

Thanks to Karina,
for the incredible 26 months, or even more..
Thanks for all the love all the xoxo
all the discussions and dreams, fantasy and imagination..
All the time and all the moments i might always remember.
For all the laugs, the tears, the superb things we've done..
For all the best years we've been through, and all the promise I'd still fullfill..
I still promise, i will..

See you someday in a better time, in a better form of us..
I'm gon'na MISS you a lot..

Gwe cuma berharap untuk yang terbaik. Apapun yang terjadi. Let's try to enjoy it and never regret it.
Terlepas dari sakit hari ini, ujian minggu depan? hmmm.. With or without heartbreak, I'll get through this semester, I swear I will!

Good bye..
my stranger of the day on a one perfect 19th day..
("...never want to end today...")
my best friend..

My lovely love I never had..
thanks and sorry..



Selamat hari 19!
Selamat "the Hardest Day"

Jan 17, 2009

Kolese Gonzaga

Suatu hari saya tidak sengaja memutar lagu "Mars Kolese Gonzaga" di i-tunes, sebuah rekaman amatir yang sangat sempurna, yang kalau tidak salah ditangkap dengan baik lewat kamera Catur. Rekaman itu lalu terkonvert ke file mp3 dan beredar tanpa sengaja di antara siswa siswi dan alumni Kolese Gonzaga. Terlebih khususnya, mereka yang mengambil bagian dalam peringatan Lustrum ke-4 Kolese Gonzaga, Januari 2006, saat di mana Mars, yang malam ini membuat saya "merinding" saat mendengarnya, dibawakan dengan sangat sempurna oleh Wacana Bakti Symphony Orchestra. Kala itu, saat musik ini dimainkan, saya berdiri di samping panggung, meneteskan sedikit air mata bangga yang sampai sekarang tidak bisa saya jelaskan. Sambil menutup mata, saya terbawa haru dalam euforia mereka semua yang menyanyikan dan membawakan Mars Kolese Gonzaga. Tepuk tangan dan sambutan meriah manusia-manusia yang memenuhi Tater tanah Airku seusai Mars selesai dimainkan menjelaskan semua euforia saya, yang begitu bahagia bercampur haru. Sebuah pengalaman yang menakjubkan, bagaimana sebuah lagu telah menyentuh hati saya. Sebuah momen yang tepat, Lustrum IV, event terakhir saya sebagai bagian dari manusia-manusia Gonzaga, karya-persembahan terakhir untuk almamater, sebelum saya kembali membuka mata dan terjun lagi ke dalam masyarakat, "menggapai impian" (Di Penghujung Waktu- De Portablus). Saat itu, Beberapa menit. Saat melodi itu saya dengar dan saya hayati, dari awal, hingga habisnya, saya merasakan kebahagiaan yang tidak akan saya lupakan, mungkin seumur hidup saya.

Dan, mungkin, ini adalah
performance terbaik Mars Kolese Gonzaga selama saya di Gonzaga. Dan malam ini, 17 Januari 2009, beberapa tahun setelah peristiwa Lustrum IV.....
"Mars Kolese Gonzaga", membuat saya memejamkan mata saya, tidak sadar membangunkan saya dari kursi saya, berdiri dan mengepalkan tangan di jantung saya, sedikit menengok ke belakang, lagi melihat apa yang terjadi beberapa tahun silam, ketika saya masih menjadi bagian di dalam sebuah kisah, di Gonzaga.

Gonzaga? hmm.. Apa ya?
Sebuah penggalan kisah klasik di masa lalu, yang setiap kepingan yang akhirnya diterjemahkan angkatan 18 dengan kata "Mozaik" dalam Video tahunannya, membawa memori yang tidak pernah akan terlupakan mereka yang pernah hidup dan menghidupkannya. Termasuk saya, bagian kecil dari kebesaran Gonzaga yang masih tidak bisa melupakan bahwa masa saya sudah habis di sana..

Pada awalnya, Gonzaga bukanlah sebuah pilihan, terhalang bayang-bayang SMAN 8, atau SMAN 70, Lab School atau Taruna Nusantara yang bersinar-sinar bagi lulusan SMP seperti saya, bahkan. Gonzaga bukanlah tujuan awal saya. Entah apa yang menarik saya masuk ke dalam tiga tahun masa SMA yang ternyata adalah yang paling indah dalam hidup saya sejauh ini, tapi, kala itu, ketika saya pertama menginjakkan kaki di sana, saya benar-benar merasa bahwa inilah pilihan saya, meskipun saya tidak tahu apa yang akan saya hadapi di Gonzaga. Sebuah insting yang akhirnya membawa saya masuk ke dalam sebuah petualangan hidup yang sungguh menarik. Sungguh belum sekalipun, terlepas dari morat-marit, konflik, insiden dan keunikan Gonzaga, saya menyesali pernah menjadi bagian di dalamnya.

Seragam (semi) bebas, batik, kulot-bukan rok, kebebasan, rambut gondrong, kegiatan, kepanitiaan, pengalaman berorganisasi, komunitas dalam kebersamaannya.. Apa sih yang diharapkan seorang remaja yang baru merasa "
exist" dalam hidupnya saat itu? Selain semua tawaran menarik tadi? bagi saya, penawaran itu bagaikan iklan McDonald yang saya lihat saat kecil, tepat pada saat McDonald pertama kali muncul di Indonesia. Menarik, Menarik dan.. menarik. Gonzaga terlihat sangat sempurna dan eye-catching buat setiap dari kita yang menjadi "korban" daya tarik seksual Gonzaga, dilihat dari sisi manapun. Intinya.. Kami semua tertarik terlepas dari apapun itu, kami semua pede masuk Gonzaga.

Namun, seakan-akan, sebuah seleksi alam, Gonzaga memilah setiap dari mereka yang akan masuk ke dalamnya, berdasarkan kesamaan. Sebuah, suatu, sekelompok, sebutlah apa...

Kami yang masuk ke dalamnya punya kesamaan dalam satu, dua hal yang membuat kami akhirnya merasa nyaman di "rumah kami", Gonzaga. Sebuah kesamaan entah apapun, yang awalnya terlihat dan terkspresikan nyata dalam sikap pemberontak remaja-remaja yang baru keluar dari rumah, "sok udah gede" dan gaya dengan seragam yang dikeluarkan., bangga dengan putih abu-abunya atau batik di awal minggu. Kami semua hidup dengan itu ,sambil tanpa sadar... Kami membentuk diri kami secara individual maupun secara kolektif dalam sebuah kedewasaan yang baru kami sadari saat momen-momen "nakal" kami di Gonzaga telah usai.

Sebuah fase, di mana banyak orang akan mengingatnya dengan kata kunci: Belajar, NEM tinggi,
guru killer, pulang sore, olimpiade matematika atau Peer yang menumpuk. Kami melewatinya dan mengingatnya dalam sebuah kutipan tanpa kata, "..............". Karena, mungkin tidak akan ada kata-kata yang pas untuk menggambarkan bagaimana perasaan kami atau bahkan lebih dari itu, saat kami melewati fase itu, Sekolah menengah Atas.. di Kolese Gonzaga.

Entah bagaimana menjelaskannya, beberapa mengatakan kami bukan bersekolah di Gonzaga.. "Entahlah apa Gonzaga itu, rasanya tidak seperti sekolah.."
Entah juga apakah itu benar dan memang demikian adanya, namun tidak akan saya lupakan,

masing-masing dari kami, Gonzagawan- Gonzagawati bertumbuh di sana, dalam sebuah kebersamaan, bersama-sama dalam tawa dan tangis kami, kami menopang satu sama lain tanpa sadar, kami merasakan pahit manis hidup kami saat itu, kami melihat dan membuka mata kami, kami berbuat dan oleh karena itu kami mempelajari sesuatu. Kami belajar menjadi dewasa dan terus mendewasakan diri kami, melepaskan semua atribut individual kami dan bergabung dalam satu kekuatan, bersama dalam melewati rintangan Bersama-sama kami selalu bersama, (sampai kadang kami lupa batas
privacy masing-masing :-)...). Ego kami, kesombongan masa muda dan aroganisme remaja kami membanggakan Gonzaga dan membiarkan kami bangga sebagai bagian darinya. Kami menjalani dan menjalani masa-masa kami perlahan, sampai akhirnya tiba pada hari ini. Sebuah hari di masa depan yang bagi kami saat itu, di masa itu, beberapa waktu yang silam , merupakan sebuah mimpi bagi setiap dari kami. Sebuah hari di mana kami mengingat Gonzaga dalam kenangan kami.

Dan bagi saya, tidak akan ada kata-kata, kalimat atau prosa yang mampu menggambarkan Gonzaga dalam sebuah penjelasan sederhana. Anda harus mengalaminya dan hidup di dalamnya terlebih dulu, baru pada satu masa anda akan mengerti yang saya maksud. Kata-kata tidak akan dapat menggambarkannya. Kata-kata yang akhirnya tertulis inilah yang merupakan sisa-sisa Gonzaga
isme yang masih mendarah daging dalam diri saya, berteriak minta disalurkan.

Dan suatu saat nanti, di satu hari, mungkin kami akan mengenang kembali Gonzaga dalam sebuah keadaan lain yang lebih sempurna dari hari ini, dan berterima kasih bahwa kami
manusia susila terpelajar ini berasal dari sana dan akan selalu menjadi bagian di dalamnya.

Jan 12, 2009

"satu.. dua...tiga.... empatt.liimaaaa...enam..tujuh... delapaaaaaannn..semmmmbiiilaaaann..."

Sama sekali gak kerasa, lepas dari -10°C yang menutup semua jendela dan pintu setiap rumah di Wohnheim, gwe berdiri di balkon, menghitung bintang yang tertangkap pandangan gwe menemani bulan penuh yang bersinar terang banget. Lampu-lampu jalan di Coburg mungkin bisa dimatikan sementara jalanan akan tetap terang, sampai-sampai, 10 Januari kemarin, considered as the night of the fullest and brightest moon of the year 2009, gwe bisa melihat jauh ke dalam halaman belakang rumah-rumah dan gundukan salju yang menumpuk, sisa-sisa para manusia yang membersihkan pekarangan dan halaman depan rumah mereka. Sesaat gwe bisa melupakan semua sakit di badan gwe, mulai dari luka sampai ankle yang sebagian besar gwe peroleh setelah main di turnamen undangan FC Nürnberg. Sesaat, gwe bisa terdiam, termenung (lagi) melupakan semua penat dan kesibukan-rutinitas-hari-hari gwe yang saat ini mengaktifkan syaraf "stress+frustrasi+desperate" gwe.. Sesaat, gwe bungkus homesick akut gwe dalam selembar selimut yang membuat gwe betah di balkon berlama-lama, mengingat sedikit hal-hal yang membuat gwe tersenyum malam ini.

"... Delapaaannnnn".. Sesaat terhenti.. "Loh, yang tadi mana ya? eh yang itu kelap-kelip... Biru..putih..biru putih... ahhhh.. Sembilaaaaannnnn...".

mikir apa coba, ada sembilan bintang yang terlihat mata gwe malam ini? Sembilan, hmm.. something about this number i think.. Gwe pernah suatu hari jadi panitia di sebuah event olah raga waktu SMA, Gonzaga School Meeting (red: GSM), di mana gak gwe duga-duga gwe terpaku pada seorang cewek berseragam basket hitam-ijo, bernomor punggung "9". Which happen to be my girlfriend now, Karina. Kangen deh gwe tiba-tiba. Sumpah! udah bangun belum ya dia? (Tiba-tiba dia sms aja...).. Awwwwwwhhhh..
Anyway, anyhow....

Lucu ya, kenapa memandangi dan menghitung bintang jadi hobi dadakan gwe belakangan ini. Kadang, gwe bisa menghabiskan malam berjam-jam melihat bintang, dengan segelas jahe panas (bukan berarti gwe meninggalkan jeruk nipis panas, beliau masih minuman paling lezat kok buat gwe :)), sambil mendengarkan i tunes yang gwe setel dengan volume setengah maksimal (menghindari ketokan tetangga Cina yang berusaha ngomong patah-patah dalam bahasa Jerman), gwe bisa disihir, memandangi bintang rasanya lamaaaaa banget diiringi satu lagu, sampai pada akhir lagu gwe seperti merasa, "kayaknya baru mulai tadi lagu itu.". Tiga menit berulang-ulang kali berlalu begitu saja, i was totally astonished!

Kadang, gwe suka bete banget kalo waktu gwe sering terbuang percuma saat gwe gak ngapa-ngapain, instead of belajar nyiapin ujian 2 minggu lagi. Tapi, "pembuangan waktu" kayak gini kadang lebih penting dari belajar, seperti ngumpulin nyawa rasanya. Gathering all the good spirits and most important, i can learn again how to smile and laugh freely like a baby, don't care who's watching. Kadang, momen spesial kayak gini yang sering gwe lewatkan seiring gwe terlalu sibuk mendengarkan semua gerutu gw tentang tugas, ujian, duit yang semakin menipis, makanan di kulkas yang semakin dikit, udara dingin, tetangga berisik atau bahkan hal kecil seperti, "di mana kolor gwe??!!! perasaan gwe taro di sini tadi!". Well, it just seems right starring at the stars and enjoying the moment.

Belakangan ini, memang gwe serasa lagi diuji dengan intensif oleh Yang Maha Kuasa secara religius, oleh alam, di mana gwe dituntut bertahan sehat di tengah udara yang membuat tissue jadi barang paling darurat di supermarket (Red: Aldi), oleh studi, maklum mau ujian, oleh God of Finance (Does he exist??), duit gwe semakin tipis dan banyak ujian-ujian lainnya. Huff.. Yah.. Memang saatnya serasa gak tepat untuk menjadi stress, tapi nyatanya dan akhirnya.. Setiap susah. . . . seperti yang Abrian pernah cerita ke gwe, "lo pasti akan inget betapa enaknya ada di rumah saat ini pada saat susah, khususnya!!! Saat duit lo udah mau abis!". haha.. Teori yang gokil! Tapi gak cuma karena duit, memang gwe rasa musim dingin adalah musim homesick gwe. Saat Sommer, mungkin gwe bisa banyak senyum ngeliat matahari bersinar sepanjang hari dan gwe pulang bulan Agustus. Tapi saat Winter, mau belajar susah, mau tidur gwe insomnia, mau jalan-jalan? Haha Makan tuh minus sepuluh!

Anyway, sebelum gwe memandangi bintang tadi, gwe gak sengaja download sebuah film dengan rating sekitar 6 dari 10 di imdb.com, berjudul "The Express". Yang menyita perhatian gwe awalnya hanya karena tipe film favorit gwe selain perang adalah sports relateds, dan yang ini belum gwe tonton, lagi pula, ratingnya not so bad.. Yaudah gwe download deh. Ga disangka-sangka, mungkin karena seeder mininova sedang rame, film itu selesai download dalam 20 menit. Hmm.. Yaudah, daripada gwe belajar ga masuk, mending gwe tonton deh tuh film, dengan harapan, it won't be another low budget movie with one Paris Hilton in it! hehe..

Earny Davis.. nama yang belum pernah gwe denger, seorang pemuda kulit hitam, bintang American football di sebuah universitas di New York, yang "nomer 45" nya di pensiunkan the Clevelands Brown, meskipun dia gak pernah main untuk mereka, because he died of leukimia a year after they recruited him. Klise, cerita yang diangkat di film ini, berlatar tahun 60-an saat Rasisme masih jadi topik hangat di Amerika kala itu, Earny Davis adalah salah satu pemuda kulit hitam yang berjuang dengan caranya memerangi rasisme kala itu. Tapi.. Gak sengaja film ini menyita seluruh perhatian gwe bahkan dari "Brokoli yang gwe oseng pake saus tiram + Hackfleisch goreng" yang gwe masak dan gwe tunggu-tunggu dari sore., ancur enak banget! ketagihan brokoli gwe. Anyway, Film itu, ternyata berhasil mengangkat moral dan semangat juang gwe malem ini. Well, really guys, God works in such ways, this time through a film.. Wow..

Tapi, hmm.. Aneh juga ya siklus comeback gwe yang sering terjadi dengan cara seperti ini? Memang gak selalu dan gak harus gwe baru bisa senyum setelah gwe nonton film atau lihat bintang, tapi cara ini selalu ampuh. Na ja.. Bagaimana pun caranya, gwe seneng gwe bisa senyum lagi hari ini. Semoga aja senyum dan semangat gwe trus "bertengger" jangka panjang dalam diri gwe. Semoga ini akan jadi come back juga buat otak gwe yang mati suri selepas "ujian natal-tanpa belajar" gwe. Ayo sang! Firestarternya sukses nih! Belajar nyet! hakhak.. We'll see..

Well, okay, jahe panas udah abis, mata gwe udah rada sepet buat diajak liat layar monitor, kayanya waktunya pas untuk sedikit sms-an sama Karin sampe ketiduran. Au Revoir..



Jan 8, 2009

At the Beginning

Suatu hari, seseorang datang ke gwe dalam sebuah undangan makan bersama keluarga besar, sambil menyantap snacknya, beliau bertanya penuh ketertarikan, seakan ingin menyita seluruh perhatian gwe dan membuat gwe merasa begitu spesial, "Risang, kamu mau sekolah di mana nanti?". "Di mana aja, aku pengen sekolah diluar" (red: luar negeri). Dengan enteng beliau merespon, "Oh ya? Bagus..bagus.. Anak om.....", ahhh berlanjutlah curhat membosankannya tentang anaknya dan sekolahnya di ITB, UI atau UGM. Bukannya gwe gak mau mendengarkan, hanya saja, satu! Gwe sudah terpana ketika dia seakan-akan memperhatikan gwe dan bertanya-tanya soal masa depan gwe. Dua! Bukan gwe ga tertarik soal anaknya yang cantik dan sayangnya masih sodara gwe dan terpaut beberapa tahun di atas gwe, gwe pun mimpi-mimpi pengen kuliah di ITB atau UI dulu, tapi, gwe kesel karena gwe pikir gwe benar-benar dianggap spesial dan jadi pusat perhatian dalam pembiacaraan itu yang mana disimak beberapa bapak-bapak lain yang belum pada ngumpul untuk ngobrol soal persoalan Bapak-bapak. (Betewe, emang susah berada di usia tanggung saat kumpul keluarga.. main sama kelompok umur adek gwe, gwe udah gak update mainan mereka. Zaman digimon? sori boy, gak kenal.. Main sama para ABG yang baru masuk SMA?? wah gwe gak ngerti motor atau mobil atau ngomongin pelajaran dan ujian sampe guru killer yang mereka describe seakan-akan pengalaman masing-masing paling keren dan ngeri. Kelompok umur bujangan? Gwe gak tertarik sama topik cari jodoh, dan bapak-bapak? Hmm.. inilah akibatnya kalo lo nekad duduk deket mereka sebatang kara, berlagak seakan-akan ngerti pembicaraan mereka. Gwe biasanya memilih kelompok ibu-ibu yang lebih membumi. Makanya gwe gak buta-buta amat soal masak) Tiga! Gwe gak suka, cara dia menampik impian berapi-api gwe yang pengen sekolah di luar negeri, seakan-akan itu mimpi belaka yang akan sulit untuk gwe capai, tersirat dalam titik-titik yang gak gwe lanjutkan. Alasannya? Gak ada satu pun dari anggota keluarga gwe yang punya record ke luar negeri untuk kuliah, kerja atau melakukan hal lain, kecuali Alm. Mbah Sur, yang selalu memotivasi gwe, seakan-akan bilang,"ayo sang semangat, kejar mimpi kamu! Kamu bisa..". Itu bukan mimpi mbah, itu garisan hidup yang berusaha mati-matian aku penuhi btw.

Anyway, Gwe bahkan lupa kapan kejadiannya, gwe umur berapa (umph mungkin kira-kira umur-umur baru atau baru mau masuk SMP),di mana dan bagaimana settingnya dan siapa om-om itu. yang pasti, mungkin dia akan terkejut sekarang kalau mendengar gwe sedang berusaha bertahan hidup di Jerman. Bukan terkejut karena gwe lagi bokek dan ngirit makan, tapi kalau dia ingat pembicaraan kami dulu, dia pasti gak akan menyangka kalo gwe dan adek gwe bener-bener serius untuk itu. Sama halnya seperti waktu gwe sampe nangis-nangis mau masuk IPS. IPS? IPA? is it a big deal, Sang? Well, sayangnya iya. Sayangnya, dalam sejarah keluarga gwe, dari bokap khususnya, gak ada dari mereka yang ngambil jurusan "tabu" ini di SMA, meskipun akhir-akhirnya sodara gwe akan dengan senyum-senyum kecut menjawab "Bisnis.."; "Manajemen, Om.."; "Akuntansi, Sang..." ketika gwe tanya kuliah apa sekarang. Buat mereka, masuk IPA penting untuk membangun dasar logika berpikir. Dan gwe gak nyalahin teori itu. Tapi, IPA adalah label kebanggaan mereka ketika kami lagi kumpul keluarga dan saling menanyakan "Masuk IPA atau IPS?". Dan gwe, adalah kaum minoritas yang cuma bisa cengar-cengir, dan jadi gak pede sama pilihan gwe. Mungkin bokap gwe punya keyakinan sama pilihan gwe, tapi dalam hati kecil mereka, gwe tahu mereka pasti sedikit banyak berharap.. "Coba Risang masuk IPA.". Dan pada saat pertanyaan lanjutan muncul, "Kenapa masuk IPS?" gwe merasa seakan.akan seisi ruangan menganggap gwe bodoh sampe gwe masuk IPS. Wtf?? Mitos yang aneh emang. Tetapi, mitos itu masih menjadi batu kerikil yang susah terkikis di otak mereka dan otak orang banyak. Butuh beberapa abad lagi sampe mindset itu gak jadi barikade buat anak dari om-om dan tante-tante yang pengen masuk ips. Anyway I'm proud to be an IPS-er.Dan sampe sekarang gwe gak pernah nyesal soal itu. Bokap Nyokap mungkin akan bilang dan merespon pertanyaan bude-bude dan pakde gwe, "Yah itu pilihan dia.." dan mendukung gwe sambil menguatkan mental gwe habis-habisan. Tapi gwe, dibalik senyum gwe, cuma bisa teriris-iris dan berharap semoga gwe bisa cepet pulang dan menangis. Cengeng? Call me it! emang gwe cengeng dan ga boleh ada yang melarang gwe nangis. I've been through child times when I wasn't allow to cry and act like
im tough.

Anyway, I swear it was like the question of that time. Beberapa tahun kemudian, saat gwe makin gede, makin cuek dan makin ganteng (Oops...) di SMA,
pertanyaan berikutnya adalah, "Kenapa Jerman, Sang?. Gwe bilang aja sekolahnya gratis. Bukannya gak mau njelasin, tapi... "Dulu lo bilang gwe gak mungkin ke sana, sekarang lo pasti gak akan ngerti kalo gwe mencoba njelasin alasan gwe. Sudahlah. lihat dan saksikan saja. Enggak pun gakpapa. Ini hidup gwe dan gwe bangga menjalaninya. Inilah hidup gwe dan gwe dedikasikan buat gwe dan keluarga gwe kok pada akhirnya. Kalo gwe sukses, gwe ga akan minta apa-apa dari lo sebagai ganti rugi kata-kata lo yang menyisakan sakit hati atau dukungan materiil dan moril yang gak lo sumbangkan buat gw. Gwe gak peduli itu kok, Om. Gwe pasti akan membuat lo bangga juga, tetep." Ucap gwe dalam hati, sambil senyum manis depan dia.

And here i am, running a new program of my life, walking in a new path to the future with my own way. No matter what, I'll get through this amazing phase of my life. Well, why I want this anyway? Good question..

Gwe, terlahir sebagai petualang. Gwe yakin gwe punya jiwa petualang dan soul untuk bertahan hidup. Waktu gwe di perut aja, gwe bolak-balik nenemin nyokap gwe ke Pekan Baru, yang niatnya mau pindah ke sana nyusul bokap.
Waktu kecil, gwe punya mbah kakung yang oke banget. Gak ada mbah kakung sekeren dia yang gwe harepin dalam hidup gwe. Dan beliau, seneng jalan-jalan dan selalu mengikutsertakan dia dalam trip keliling Bandungnya. Beliau bisa mendeskripsikan sebuah suasana sederhana di sebuah kertas dengan luar biasa menakjubkan ketika kami terpisah jarak. Lewat kuas, cat, atau bahkan pensil dan bolpennya, dia bisa gambar dan mendeskripsikan itu dalam beberapa kalimat dengan sangat indah, membuat gwe pengen ke sana menyaksikan itu sendiri. Dan beliau gak henti-hentinya mengajarkan gwe untuk berusaha keras untuk apapun. "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian" Quote populer a'la mbah gwe. Selalu, setiap dia main ke Jakarta, setelah gwe pindah ke Jakarta tahun '95an, setiap malem dia cerita tentang masa kanak-kanaknya, zaman Belanda, masa-masa dia ditangkep kompeni dan ditahan waktu lagi cari kayu bakar. Dan lalu memberikan pesan moral dibalik cerita itu. Apapun itu, buat bocah kayak gwe waktu itu, gak akan mudah terlupakan. Hidupnya benar-benar penuh petualangan, yang setiap hari selalu menginspirasi gwe untuk semakin berjiwa bebas.

Sampe saat beliau sudah gak ada aja, gwe masih tetap berpetualang. Rasanya, gwe gak tenang kalau dalam waktu lama gwe hanya larut dalam kesibukan di rumah dan rutinitas di sekolah. Gwe pasti sadar gak sadar menyisihkan waktu gwe untuk cuci mata, entah itu ke alam bebas atau sekedar bertualang keliling jakarta naik angkutan. gwe seneng menemui situasi baru, mengenal orang dan merasakan sensasi jauh dari rumah dan merindukannya. Gwe bisa diem bengong mendengar suara campuran knalpot, kenek, pegawai kantoran yang makan siang, pengamen dan deru mobil di halte bus dan menyatukannya jadi lagu mellow yang enak banget, sambil nungguin kopaja sialan yang gak lewat-lewat atau kalo sekalinya setelah setengah jam lewat penuh ancur (damn you 613!). Gwe bisa melihat suatu hal yang biasa jadi menarik dan gak terlupakan seumur hidup gwe. Gwe bisa mengautiskan diri di tengah kerumunan orang-orang yang notabene gak nyaman, sambil dengerin lagu. Gwe kangen banget suasana-suasana itu.

Makin gede, gwe makin merasa gwe pengen ke luar dan melihat dunia (baik dalam arti denotatif maupun konotatifnya). Gwe pengen tahu dan merasakan dunia lain selain dunia gwe sekarang. Dan gwe janji sama diri gwe, kalo gwe punya kesempatan dan Tuhan mengijinkan, gwe akan pergi melihat "Tanah terjanji".. wooohooo.. Dan akhirnya, diri gwe bener-bener menyiapkan gwe untuk itu. Gak cuma mimpi gwe yang diakomodasikan, tapi masa depan bidang akademis gwe pun diikutsertakan untuk dipikirkan. Jurusan yang gwe pilih, arah studi gwe dan planning hidup gwe dalam jangka waktu PE-LI-TA gwe bener-bener melengkapi obsesi masa kecil gwe. Lengkap sudah semua! Impian dan kenyataan hidup sudah padu, Rasio dan semua hal-hal yang tidak rasional dalam bentuk fantasi dan mimpi gwe akan berpadu menjadi sebuah petualangan baru di hidup gwe mulai sekarang. Memang sih, itu semua sirna kalau gwe diterima di akmil, sayang, gwe mesti mengubur dan melupakan mimpi-obsesi dan ambisi seumur hidup gwe yang satu ini. No further explanation. Heheh.

Kalau gwe jadi seorang pengamat yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk melihat perkembangan gwe dari kecil sampe habis umur gwe, dia pasti akan tersenyum melihat gwe sekarang, melihat gwe mewujudkan mimpi-mimpi gwe ,berusaha meraih lainnya bahkan membuat lagi yang baru.

Tapi petualangan gwe belum selesai. Lembaran buku diary petualangan gwe baru aja dimulai. Dimulai dari Nürnberg, Germany full of surprise, lalu Coburg dan akan berlanjut lagi dengan kejutan-kejutan baru lainnya.

If i survive, (which i will!) i'll remember this as the most incredible adventure ever!

Siapkan kompas anda, kita akan berpetualang! Tertarik?