Once there was a little boy dreaming of being bigger than he was, exactly 21. He blew all his 10 candles on his birthday, ate the cherry on top of his black forrest-birthday-cake, opened his presents, enjoyed his new toys and soon forgot about his fantasy. It's funny how things worked out for him. Suddenly, in the still of the night, he recalled that moment, when he wondered how would it feels to be right here, right now, on this very moment... 21, bigger than he was...
Yeaaaaa...
Sekali lagi usia bertambah di negeri orang. Satu kali lilin imajiner gwe tiup tanpa mama di sampingku. Bukan hal baru, bukan hal luar biasa, Hanya sebuah "fenomena" yang (harus) terjadi.Kalau gwe bisa, gwe akan pulang sehari untuk merasakan kembali berada di sekitar mama, bapak dan adik-adik sekali lagi. Sayangnya, rumah harus menunggu..;p
Ngomong-ngomong tambah umur,
21 ya?
Hmm.. apa ya? Gak tau.. sepertinya gak terlalu beda jauh dari 20, gak seperti 19 yang berkesan melompat jauh ke 20. Somehow, makin tua, makin ulang tahun dipandang sebagai BUKAN momen buka kado, kue, pesta dan sejenisnya. Gwe hanya mensyukuri anugerah usia yang dimandatkan ke gwe ke 21 kalinya oleh Yang Maha Kuasa, berterima kasih kepada orang tua, khususnya mama yang bersusah payah penuh perjuangan membagi hidupnya selama 9 bulan penuh perjuangan + 21 tahun "kesusah-payah" gwe repotkan. heheh.
Speaking of which.. Satu hal yang istimewa..
Sore ini, sebuah SMS masuk. Mama menulis, "Selamat ulang tahun, mas, mama bangun nungguin kamu ulang tahun". Sederhana? kelihatannya. tetapi sebenarnya, untuk beliau, kelahiran gwe 21 tahun silam adalah momennya naik pangkat menjadi seorang ibu. Must be something for her, eh? Entah kenapa, jauh di lubuk hati yang terdalam, gwe tidak berdaya bereaksi membacanya. Tanpa kado, tanpa pelukan selamat ulang tahun, tanpa kehadiran dan kecup sayang, mama telah membuat hari ini begitu istimewa.
Anyway!
Terlepas dari semuanya...
21 tahun? sepertinya harus menjadi momen yang membangunkan gwe dari tidur gwe dan masa selenge'an gwe (well so call it). Semakin jauh gwe melangkah keluar dari usia "teenager", semakin banyak hal yang harus dipandang lebih serius, semakin banyak (sekali) bagian yang harus didewasakan, semakin banyak tanggung jawab menanti di depan mata. Klise? tapi nyata. Kalo kata Robert Southey, "Live as long as you may. The first twenty years are the longest half of your life." Damn straight, Southey!;p. It's time for the real business. Solid and fast, because time will go by faster than before..
Yang pasti semua harap dan mimpi gwe kini seperti disegarkan kembali. 21 adalah angka keberuntungan gwe, yang akan membawa gwe berpetualang meraih lebih lagi dalam hari-hari gwe.
So, happy birthday little boy.. enjoy your days.. for the next 10 years will be one of the longest phase on your life!;p
May 10, 2010
Mar 23, 2010
Selamat Datang Kembali, Matahari
Sepanjang akhir musim dingin, selalu ada harapan kosong dan perasaan tidak sabar kembali menyaksikan sinar matahari mengalahkan bangganya pohon-pohon dengan ranting kering, yang menjadi pemandangan hari-hari penuh kebekuan. Sungguh benar-benar "tersiksa" ditusuk suhu minus selama hampir enam bulan.
Tak disangka-sangka, satu hari di bulan Maret, di saat tak ditunggu dan euforia itu mulai terkubur seiring rutinitas mulai tancap gas kembali, cahaya luar biasa itu menampakkan diri, menembus jendela kamar. Akhirnya, musim semi datang membuka jalan untuk hari-hari terik enam bulan ke depan.
Apa sih istimewanya matahari dan kicauan burung-burung pagi yang seakan-akan lebih keras daripada weker? Entahlah. Yang pasti tidak ada keraguan lagi, umat manusia yang bertahan hidup melalui musim dingin terkeras yang pernah gwe alami di sini, menebar senyum yang mengisyaratkan kebahagiaan dan semangat menggebu-gebu.
Secara pribadi? Cahaya matahari yang perlahan memulai musim panas selalu mengingatkan akan musim panas 2008. Di saat "surga" bisa menjadi sesuatu yang dapat begitu sederhana didefinisikan lewat "pulang".
Dua tahun? Waktu yang relatif tak terukur panjang-pendeknya. Di satu sisi, selalu ada rasa syukur atas hari demi hari yang terlewati, atas setiap ujian yang ditulis, atas setiap piring makanan yang dinikmati.
Selalu ada rasa lega, "Dua tahun sudah, tanpa terasa perjalanan ini. Wow, cepet juga..". Di sisi lain, kerinduan akan rumah dan kembali pulang makin memuncak, selalu menggoda dan mendesak. Siapa yang tahu akankah ada kesempatan lain selain sekarang untuk kembali pulang. Yang pasti, homesick mulai kembali menjadi sahabat karib setia yang menemani gwe kemana pun gwe pergi.
Yah. Apapun jua akhir cerita ini, yang pasti hari-hari mendatang akan segera kembali menyenangkan dan penuh tawa.
Matahari, musim panas 2008, homesick dan kuliah? Perpaduan yang sangat harmonis untuk sebentuk senyum di wajah seorang yang ingin pulang.
Matahari, musim panas 2008, homesick dan kuliah? Perpaduan yang sangat harmonis untuk sebentuk senyum di wajah seorang yang ingin pulang.
Mar 3, 2010
Masih ingatkah kau semua tulisan itu? Masih ingat kau kah semua tulisan itu?
Menjadi egois terhadap diri sendiri, membuang waktu seorang diri untuk tidak seorang pun kecuali seorang "aku" dalam ruang tanpa fantasi dan mimpi, meskipun dengan dalih belajar mempersiapkan ujian, sibuk cari duit, sibuk sana sini what-so-ever, adalah downgrading yang begitu tidak produktif untuk kehidupan rohaniah gwe.
Betapa sebenearnya otak gwe dan setiap manusia di dunia ini diberkahi kreativitas dan kemampuan penerjemahan buah pikiran yang canggih oleh Yang Maha Kuasa. Sayangnya, semua hal yang ada dalam rutinitas selama ini sudah menyita sedikit demi sedikit ruang kosong dalam otak gwe yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih imajiner dari hidup saat ini, instead, memberikan ruang gerak lebih banyak untuk rasio, berikut analisa logis, dan teman-teman empirisnya.
Singkatnya, entah mengapa, gwe mulai kehilangan insting gwe untuk menulis, dan itu terasa lebih buruk dari hanya sekedar tidak lulus statistik. I mean, ekonomi? = menyalin isi buku Wöhe di kertas ujian. Menulis? = menyaingi Wöhe membuat buku! meskipun.. yah, gak ada sangkut pautnya sama ekonomi sih isinya. (Tapi kan fresh dan orisinil ;p)
anyway, lanjut..
Secara ilmiah, menurut mereka yang memang terlahir untuk menganalisa hal semacam ini: menantang pikiran (misalnya menganalisa,beropini, menuliskannya, merangkai rencana, etc) dan menyisipkan kegiatan abstrak ini dalam agenda harian adalah senam otak yang optimal, dengan tujuan menambah kemampuan berpikir manusia secara umum.
Yah, oke lah... Buat gwe, fokus pada kasus "menulis"..
menulis lebih condong kepada menjadi jujur secara instan dan spontan selama 10 menit di depan laptop atau yah, di depan kertas sambil memegang bolpen dan memuntahkan segalanya sak karepku dewe tanpa harus merangkai dulu kata-kata dalam bahasa yang baik dan benar dengan sempurna, mengeluarkan energi untuk mencurahkannya dalam kata-kata atau mempertimbangkan bagaimana respon subjek yang kita jadikan „tong sampah“ (orang lain).
Anyway, anyhow..
Kangen sekali dengan tulisan panjang setiap malam gwe saat gwe baru sampe di dunia baru gwe di jerman, saat kuliah masih belum menyibukkan hidup gwe, saat internet belum masuk desa gwe, saat gwe seorang diri mengurung diri berjam-jam di kamar dan berfantasi, bersajak, bermimpi jadi Chairil atau Gie dengan analisa amatir gwe tentang hidup, cinta, persahabatan whatever, dengan sedikit sentuhan otak kanan: fantasy based, impetuous and feeling oriented.
Dengan segala hormat, tidak bermaksud merendahkan Otak kiri dengan logic, knowledge, strategic dan practical stuff-nya, hanya saja, kadang tanpa sadar, hidup sedikit banyak lebih hidup dan lebih berwarna saat diiringi fantasi yang mengimbangi logika dalam perbandingan yang selaras, serasi dan seimbang.
"bila emosi mengalahkan logika, bener kan banyak ruginya" - Cinta (Ada Apa dengan Cinta, 2002)
“tapi bila logika mengalahkan emosi? Apa untungnya?“ – Risang (Jeruk Nipis Panas, 2009)
Betapa sebenearnya otak gwe dan setiap manusia di dunia ini diberkahi kreativitas dan kemampuan penerjemahan buah pikiran yang canggih oleh Yang Maha Kuasa. Sayangnya, semua hal yang ada dalam rutinitas selama ini sudah menyita sedikit demi sedikit ruang kosong dalam otak gwe yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih imajiner dari hidup saat ini, instead, memberikan ruang gerak lebih banyak untuk rasio, berikut analisa logis, dan teman-teman empirisnya.
Singkatnya, entah mengapa, gwe mulai kehilangan insting gwe untuk menulis, dan itu terasa lebih buruk dari hanya sekedar tidak lulus statistik. I mean, ekonomi? = menyalin isi buku Wöhe di kertas ujian. Menulis? = menyaingi Wöhe membuat buku! meskipun.. yah, gak ada sangkut pautnya sama ekonomi sih isinya. (Tapi kan fresh dan orisinil ;p)
anyway, lanjut..
Secara ilmiah, menurut mereka yang memang terlahir untuk menganalisa hal semacam ini: menantang pikiran (misalnya menganalisa,beropini, menuliskannya, merangkai rencana, etc) dan menyisipkan kegiatan abstrak ini dalam agenda harian adalah senam otak yang optimal, dengan tujuan menambah kemampuan berpikir manusia secara umum.
Yah, oke lah... Buat gwe, fokus pada kasus "menulis"..
menulis lebih condong kepada menjadi jujur secara instan dan spontan selama 10 menit di depan laptop atau yah, di depan kertas sambil memegang bolpen dan memuntahkan segalanya sak karepku dewe tanpa harus merangkai dulu kata-kata dalam bahasa yang baik dan benar dengan sempurna, mengeluarkan energi untuk mencurahkannya dalam kata-kata atau mempertimbangkan bagaimana respon subjek yang kita jadikan „tong sampah“ (orang lain).
Anyway, anyhow..
Kangen sekali dengan tulisan panjang setiap malam gwe saat gwe baru sampe di dunia baru gwe di jerman, saat kuliah masih belum menyibukkan hidup gwe, saat internet belum masuk desa gwe, saat gwe seorang diri mengurung diri berjam-jam di kamar dan berfantasi, bersajak, bermimpi jadi Chairil atau Gie dengan analisa amatir gwe tentang hidup, cinta, persahabatan whatever, dengan sedikit sentuhan otak kanan: fantasy based, impetuous and feeling oriented.
Dengan segala hormat, tidak bermaksud merendahkan Otak kiri dengan logic, knowledge, strategic dan practical stuff-nya, hanya saja, kadang tanpa sadar, hidup sedikit banyak lebih hidup dan lebih berwarna saat diiringi fantasi yang mengimbangi logika dalam perbandingan yang selaras, serasi dan seimbang.
"bila emosi mengalahkan logika, bener kan banyak ruginya" - Cinta (Ada Apa dengan Cinta, 2002)
“tapi bila logika mengalahkan emosi? Apa untungnya?“ – Risang (Jeruk Nipis Panas, 2009)
Jan 29, 2010
Insiden Matematika (Berdarah)
Kisah awal tahun gwe akan selalu bermula dengan:
- resolusi tahun baru,
- kejadian awal tahun apa yang akan menggemparkan dunia gwe (just like the previous year ;p)
- dan stress+anxiousty-ujian semester.
Sebagai sebuah wujud rasa optimis terhadap tahun yang menanti di depan mata, sambil memanfaatkan momentum pergantian tahun yang secara simbolik sepertinya besar sekali pengaruhnya. banyak orang akhirnya(termasuk gwe) "menciptakan" resolusi tahun baru. garis besarnya, (list) harapan dan tekad berselimut semangat '45 untuk mencapai suatu tujuan dan menjadi lebih baik. Gak tanggung-tanggung, biasanya yang tercantum di list termasuk hal-hal yang sulit sekali diwujudkan sebelumnya, seperti, menurunkan berat badan, berhenti merokok, jadi vegetarian, mulai menabung dan sebagainya. Intinya sih, menggunakan momen pergantian tahun dan mengandaikan kita ikut terlahir baru seiring tahun berganti. Resolusi = Revolusi!
Anyway, panjang dipendekin, resolusi, harapan,tekad, target gwe whatsoever, sederhana dan cukup global. Lulus ujian, salah satu yang ada di urutan teratas list gwe.
Melompat ke beberapa minggu setelah momen resolusi gwe, sampai di sini lah gwe, 29 januari 2010. 2 jam setelah ujian matematika, yang menjadi ujian ke-4 gwe, terhitung mulai pertengahan Januari. Kisahnya? Klise sih.. Kasus sejuta mahasiswa dalam berbagai jurusan dan universitas, bahkan negara. Secara umum, ujian matematik ini berakhir dengan kesimpulan rata-rata banyak orang: “Gwe ngulang semester depan.“. Singkat, padat, jelas dan terdengar desperate sekali. Bisa ditebak gimana ujiannya? Over and above, ujian tadi menakutkan,susah sekalee dan berakhir sedih tak berujung!
Sebagai gambaran singkat yang paling halus. Kami diberi waktu 90 menit untuk mengerjakan 20 soal, yang jauh berlipat-lipat lebih kompleks daripada yang kami alami selama ini di kelas atau di mana pun, di tutorium, übungstunde. Bagian menyusahkannya, ujian matematik ini merupakan ujian multiple choice, namun demikian, cara pengerjaan setiap soalnya diminta didokumentasikan di satu eksemplar folio bergaris dan termasuk dokumen ujian, termasuk sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian.. Jadi, kerap kali, selesai menghitung, hasilnya „bulet“ dan keliatan „keren“, jawaban yang bersangkutan tidak ada di pilihan. Sayangnya lagi, metode licik gwe waktu SD gak bisa dipake di sini, jadi dulu kalau gwe udah gak tahu lagi, gwe balik aja, jawabannya satu-satu gwe coba masukkin ke soalnya.
Above all, ujian multiple choice (yang selalu dinilai sebagai jenis ujian yang penuh advantage dan casual) dalam pelajaran Matematika gwe rasa omong kosong belaka, karena bagaimana pun, gwe mesti mengerjakan soalnya dengan jalan, metode dan urut-urutan pada umumnya, baru menyilang satu opsi jawaban yang gwe asumsikan sebagai jawaban yang tepat (itu juga kalau ada yang cocok dengan hasil kalkulasi gwe). Ujian Multiple choice mungkin jauh lebih cocok dalam pelajaran yang menuntut gwe untuk "menghafal".
Di sisi yang lebih positif, Keuntungan ujian multiple choice secara umum mungkin hanya terletak di: kalau waktu sudah mau habis, gwe punya kesempatan untuk mengisi lembar jawaban dengan cara menebak/ "menembak". metode nya banyak: cap cip cup kembang kuncup lah, ngitung kancing baju lah, tutup mata dan membiarkan tangan menunjuk pilihan mana yang akan diambil-lah, atau bahkan, yang baru saja gwe lakukan: memilih pilihan jawaban dengan angka yang paling "ganjil".
Ngomongin soal itu, kira-kira hampir 50% jawaban gwe tidak melalui proses kalkulasi yang sempurna berkenaan dengan gwe ngos-ngos an dikejar waktu, dan bahkan tidak gwe hitung sama sekali, alias gwe „tembak“. Rasanya menyedihkan sekali menyerahkan hasil ujian kepada dewi fortuna begitu saja. Tapi yah bagaimana lagi, daripada gak diisi, 100% garansi ber-poin nol, mendingan nembak, kemungkinan benernya 20% setiap soal ujian matematik tadi. Statistik ;p!
Setelah ujian, gwe keluar, mencari tempat bersandar (halah! kursi maksudnya), lalu.. entah kenapa, gwe ketawa-ketawa sendiri untuk beberapa menit, mengingat-ingat apa yang baru terjadi di audimax beberapa menit yang lalu selama 90 menit. Mungkin heran sampai gak ngerti mesti ngapain lagi atau, mungkin gwe pasrah aja, get over it. Merasa sudah berbuat yang terbaik dan berharap hasilnya bagaimanapun tidak akan menghancurkan gwe. Intinya, menurut gwe, ketawa-ketawa gwe habis ujian tadi tidak destruktif. Tentunya, beberapa menit penuh tawa itu hilang ketika teman-teman gwe dateng dan mulai ribut mengumpat jawaban salah mereka yang saling mereka bandingkan. gwe benci ritual membahas soal ujian yang baru lewat!
Anyway, kembali ke resolusi- things dan kisah awal tahun baru gwe, kaitannya dengan cerita ujian gwe, tampaknya, INSIDEN MATEMATIKA (BERDARAH) tanggal 29 januari 2010 sudah mengandung ketiga unsur kisah awal tahun gwe. Gwe pengen lulus ujian, termasuk (khususnya) matematika (yang lain juga tapihh); selama masa persiapan, gwe bener-bener nervous dan stressed out; dan nampaknya, ujian matematika beberapa jam yang lalu bisa menjadi salah satu hit gwe di awal tahun, sebagai kejadian yang menggemparkan dunia gwe.
Sampe sekarang gwe gak berani berkomentar soal prospek hasil ujian gwe yang satu ini. Gwe pasrah aja, yang penting, yang terbaik sudah gwe upayakan dan gwe lega satu per satu ujian gwe lewat. Khusus untuk ujian matematika tadi, gwe bangga bisa melewatinya dan keluar ruangan dalam keadaan waras ;p.
I've done my best, I'll let the Professors do the rest.
Subscribe to:
Posts (Atom)