Mar 23, 2010

Selamat Datang Kembali, Matahari

Sepanjang akhir musim dingin, selalu ada harapan kosong dan perasaan tidak sabar kembali menyaksikan sinar matahari mengalahkan bangganya pohon-pohon dengan ranting kering, yang menjadi pemandangan hari-hari penuh kebekuan. Sungguh benar-benar "tersiksa" ditusuk suhu minus selama hampir enam bulan.

Tak disangka-sangka, satu hari di bulan Maret, di saat tak ditunggu dan euforia itu mulai terkubur seiring rutinitas mulai tancap gas kembali, cahaya luar biasa itu menampakkan diri, menembus jendela kamar. Akhirnya, musim semi datang membuka jalan untuk hari-hari terik enam bulan ke depan. 

Apa sih istimewanya matahari dan kicauan burung-burung pagi yang seakan-akan lebih keras daripada weker? Entahlah. Yang pasti tidak ada keraguan lagi, umat manusia yang bertahan hidup melalui musim dingin terkeras yang pernah gwe alami di sini, menebar senyum yang mengisyaratkan kebahagiaan dan semangat menggebu-gebu. 
Secara pribadi? Cahaya matahari yang perlahan memulai musim panas selalu mengingatkan akan musim panas 2008. Di saat "surga" bisa menjadi sesuatu yang dapat begitu sederhana didefinisikan lewat "pulang". 

Dua tahun? Waktu yang relatif tak terukur panjang-pendeknya. Di satu sisi, selalu ada rasa syukur atas hari demi hari yang terlewati, atas setiap ujian yang ditulis, atas setiap piring makanan yang dinikmati. 

Selalu ada rasa lega, "Dua tahun sudah, tanpa terasa perjalanan ini. Wow, cepet juga..". Di sisi lain, kerinduan akan rumah dan kembali pulang makin memuncak, selalu menggoda dan mendesak. Siapa yang tahu akankah ada kesempatan lain selain sekarang untuk kembali pulang. Yang pasti, homesick mulai kembali menjadi sahabat karib setia yang menemani gwe kemana pun gwe pergi.

Yah. Apapun jua akhir cerita ini, yang pasti hari-hari mendatang akan segera kembali menyenangkan dan penuh tawa.

Matahari, musim panas 2008, homesick dan kuliah? Perpaduan yang sangat harmonis untuk sebentuk senyum di wajah seorang yang ingin pulang.

Mar 3, 2010

Masih ingatkah kau semua tulisan itu? Masih ingat kau kah semua tulisan itu?

Menjadi egois terhadap diri sendiri, membuang waktu seorang diri untuk tidak seorang pun kecuali seorang "aku" dalam ruang tanpa fantasi dan mimpi, meskipun dengan dalih belajar mempersiapkan ujian, sibuk cari duit, sibuk sana sini what-so-ever, adalah downgrading yang begitu tidak produktif untuk kehidupan rohaniah gwe.

Betapa sebenearnya otak gwe dan setiap manusia di dunia ini diberkahi kreativitas dan kemampuan penerjemahan buah pikiran yang canggih oleh Yang Maha Kuasa. Sayangnya, semua hal yang ada dalam rutinitas selama ini sudah menyita sedikit demi sedikit ruang kosong dalam otak gwe yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih imajiner dari hidup saat ini, instead, memberikan ruang gerak lebih banyak untuk rasio, berikut analisa logis, dan teman-teman empirisnya.

Singkatnya, entah mengapa, gwe mulai kehilangan insting gwe untuk menulis, dan itu terasa lebih buruk dari hanya sekedar tidak lulus statistik. I mean, ekonomi? = menyalin isi buku Wöhe di kertas ujian. Menulis? = menyaingi Wöhe membuat buku! meskipun.. yah, gak ada sangkut pautnya sama ekonomi sih isinya. (Tapi kan fresh dan orisinil ;p)

anyway, lanjut..
Secara ilmiah, menurut mereka yang memang terlahir untuk menganalisa hal semacam ini: menantang pikiran (misalnya menganalisa,beropini, menuliskannya, merangkai rencana, etc) dan menyisipkan kegiatan abstrak ini dalam agenda harian adalah senam otak yang optimal, dengan tujuan menambah kemampuan berpikir manusia secara umum.
Yah, oke lah... Buat gwe, fokus pada kasus "menulis"..
menulis lebih condong kepada menjadi jujur secara instan dan spontan selama 10 menit di depan laptop atau yah, di depan kertas sambil memegang bolpen dan memuntahkan segalanya sak karepku dewe tanpa harus merangkai dulu kata-kata dalam bahasa yang baik dan benar dengan sempurna, mengeluarkan energi untuk mencurahkannya dalam kata-kata atau mempertimbangkan bagaimana respon subjek yang kita jadikan „tong sampah“ (orang lain).

Anyway, anyhow..
Kangen sekali dengan tulisan panjang setiap malam gwe saat gwe baru sampe di dunia baru gwe di jerman, saat kuliah masih belum menyibukkan hidup gwe, saat internet belum masuk desa gwe, saat gwe seorang diri mengurung diri berjam-jam di kamar dan berfantasi, bersajak, bermimpi jadi Chairil atau Gie dengan analisa amatir gwe tentang hidup, cinta, persahabatan whatever, dengan sedikit sentuhan otak kanan: fantasy based, impetuous and feeling oriented.
Dengan segala hormat, tidak bermaksud merendahkan Otak kiri dengan logic, knowledge, strategic dan practical stuff-nya, hanya saja, kadang tanpa sadar, hidup sedikit banyak lebih hidup dan lebih berwarna saat diiringi fantasi yang mengimbangi logika dalam perbandingan yang selaras, serasi dan seimbang.

"bila emosi mengalahkan logika, bener kan banyak ruginya" - Cinta (Ada Apa dengan Cinta, 2002)

“tapi bila logika mengalahkan emosi? Apa untungnya?“ – Risang (Jeruk Nipis Panas, 2009)