Dec 29, 2009

Bunda

Bagaimana seorang dia menjalani hari demi harinya menahan rindu dan perih, menerima kenyataan buah hatinya jauh dari jangkuan pelukannya?

Sama sekali tidak terpikirkan di kepalaku di kali pertama meninggalkan "rumah". Yang terlewat di benak hanyalah, betapa begitu sulitnya kaki mengikuti sisa-sisa keberanian melangkah melalui pintu gerbang keberangkatan Soekarno-Hatta, menuju ke pesawat yang akan membawaku ke petualangan hidup baru. Perjalanan baru, Satu fase penuh perjuangan, namun kali ini tanpa ayah dan ibu melihat lajuku dari kejauhan.

Sesaat setelah aku masuk ke dalam lembaran baru itu, aku terpisah jarak dan waktu dengan mereka untuk jangka waktu yang lama. Entah kapan aku akan bisa pulang kembali melihat mereka. Pada saat itu, segalanya begitu sulit bagiku. Pergi, melepas, meninggalkan, mesi untuk kembali. Rasanya, seharusnya tidak ada satu pun manusia di ruangan itu yang melepas kepergianku, yang merasa lebih sedih daripadaku.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari, ternyata, ada seorang di ruangan itu yang mungkin merasakan sakit, pedih dan haru lebih daripadaku. Ia yang selalu melihatku sebagai bayi mungil yang beranjak balita, berusaha berlari dengan kaki mungilnya. Ia yang mengingat jelas suara tangisan seorang bocah kecil minta dibelikan mainan, yang selalu mengingat setiap detik bayi kecil itu tumbuh besar. Satu sudut pandang yang tidak pernah aku pikirkan, yang tak pernah aku lihat, yang hanya akan tersimpan sebagai satu kenangan indah seorang ibu .

Rasanya sulit dipercaya kalau ternyata wanita yang sangat tegar itu, begitu merindu sehebat yang kurasakan. Bagaimana pun, suaranya selalu terdengar ceria di telepon, menenangkan, menyenangkan dan menghangatkan. Canda tawanya menghalau semua risihku terhadap rutinitas yang membosankan, sakit yang begitu mengganggu atau tangis patah hatiku sekalipun. Menyembunyikan segala tangis rindunya dan rengekannya memintaku untuk pulang. Satu keajaiban yang sama sekali tidak masuk akal bagiku, bagaimana seseorang bisa menunda tangisnya, hinga telepon dimatikan, dan aku tertidur nyenyak dinina-bobokan suaranya.

Pemahaman kasih yang belum atau mungkin terlalu sulit aku pahami, di saat seseorang berani memberikan seluruh hidupnya untuk orang lain yang begitu ia cintai, melebihi apapun di dunia. Suatu perwujudan cinta altruis yang begitu mustahil tercipta di tengah perkembangan dunia yang mulai saling membenci. Secercah cahaya di tengah kegelapan yang menenangkan. Satu kekutan yang membawaku dari hari ke hari untuk terus bertahan seburuk apapun yang kualami, sepahit apapun yang kujalani.

Satu sosok yang selalu akan terpatri sebagai wonder woman di lubuk hati yang terdalam.
Selamat hari ibu!

Ditulis pada peringatan hari ibu, 22.12.2009.

3 comments:

dela said...

well,
me, suddenly miss my mom.
though actually, we're not separated as far..but,well, i am still missing her.
can't wait till my next homecoming..
:)

Licht89 said...

ibu mank luar biasa:)

TDM said...

nice post!!!!!!!!!