Nov 28, 2009

Natal, di mata seorang bocah kecil

Tangannya perlahan keluar dari persembunyiannya dari dalam saku mantel, meraba tetesan salju yang jatuh ke atas telapaknya, sembari menatap langit penuh heran, "Dari mana ya mereka datang, mengapa baru kali ini aku bisa melihatnya?".


Seperti tidak terjelaskan lagi bagaimana natal akhirnya menjadi satu peristiwa besar,bagai sebuah mimpi, dalam diri satu orang bocah kecil, yang begitu mengagumi miniatur gua natal dan lilitan lampu natal pada sebatang pohon plastik. Ia adalah penggemar berat sang bayi kecil di atas palungan.


Mimpinya sebagai seorang bocah adalah bersyal dan bermantel tebal di bawah langit terang yang meurunkan salju-salju kecil, tersenyum takjub, kagum akan pernak-pernik lampu natal dan pasar natal raksasa yang belum pernah ia lihat sebelumnya, berikut lautan manusia yang saling bergandengan tangan, tertawa hangat di tengah dinginnya malam natal.  


Aroma mandeln dan berbagai waffel seakan begitu menggoda. Ia akan berdiam di depan kedai tanpa merasa kekurangan apapun, dengan pandangan polosnya memperhatikan lalu lalang orang  masuk dan keluar menggenggam sebungkus hidangan harum menggugah selera. Lidahnya mengecap, terbawa suasana, membayangkan bagaimana rasa kue hangat yang ia bawa?



Bunyi lonceng besar dari menara gereja raksasa di atas kepalanya, ditemani atraksi musik para seniman jalanan, yang beraksi dengan akkordion, saxophone dan biola nya, seakan berpadu mesra menjadi daya tarik yang luar biasa, menghipnotis jiwa puluhan yang tanpa sadar berdiri mendengarkan, layaknya satu konser, dengan secangkir kopi panas di tangan mereka. Menikmati tanpa akhir, lupakan segala rutinitas, lelah dan macet esok hari, seakan-akan, libur tak 'kan berkesudahan.


Bukankah akan luar biasa, berada di tengah peradaban yang menghargai dan merindukan natal layaknya sebuah pesta penyambutan besar yang begitu sakral dan syahdu. Alangkah indahnya, melewatinya setiap tahun, dan terwujudlah mimpi natal kecilnya, nyaris sempurna. "Tuhan kabulkanlah doaku..", mohonnya dengan tulus. Begitu pasrah ia berdoa membagikan impiannya kepada yang ilahi, berharap suatu hari inginnya akhirnya diberi. Ia hanya belum mengetahui, satu hari nanti, jauh setelah hari ia memohon, fantasi kecilnya itu akan terwujud menjadi kenyataan.



Pada satu masa di mana ia menghabiskan natalnya dari tahun ke tahun dalam imajinasi masa kecil yang menjadi kenyataan, ia terpisah jarak dan waktu dari semua yang ia cintai, rumahnya, keluarganya, pohon natal mungil plastik dan gua natal mungil dari koran...


Satu bagian kecil yang tidak pernah ikut dalam imajinasinya sebagai bocah cilik, Arti sebuah malam natal yang lebih besar dari sekedar salju putih, aroma mandeln atau gesekan biola pemusik jalanan, cinta kasih dan kenyamanan berada di tengah-tengah yang tercinta di malam natal.


Ia merindukan rumahnya, di mana natalnya "telah"  sempurna.

2 comments:

Licht89 said...

ya ampun sang bahasanya...bahasa novel bner:)
two thumbs up!!

Risang "Darto" Seno Sidik said...

hah masak sih?hehe.. gak sengaja ahh itu.. danke danke..:)