Jan 28, 2009

Dua Pucuk Surat dari Masa Lalu atas nama Cinta

Dalam perjalanannya, manusia seperti gwe memang gak akan pernah lepas dari masa lalu, buat gwe, hidup gwe hari ini adalah sebuah kelanjutan dari hari kemarin, Sepahit dan se-miserable apapun saat kemarin. Sebuah petualangan baru dalam hidup yang bisa menyita waktu dan atensi orang pada umumnya, akan menjadi janggal buat gwe, dilewati tanpa mereka yang sudah memupuk cinta buat gwe dan membesarkan gwe sampai hari ini. Selalu ada tempat untuk masa lalu dan individu yang berlakon di dalamnya, terlebih mereka, yang menjadi pemeran utama dalam hidup gwe secara alami maupun secara insidental.

Dua pucuk surat dari masa lalu, tersimpan, tersembunyi tak tersentuh di laci di bawah TV di kamar gwe. Dua lembar kertas kecil, singkat, padat dan bermakna itu melepas gwe pada 24 November 2007, hari di saat gwe pertama kali menangis merasa kehilangan dan merindukan segalanya. Hari di saat gwe memulai langkah pertama gwe "menuju kedewasaan yang sesungguhnya", so it says in the letter.

Berat buat gwe, mengingat dan menjiwai masa lalu gwe yang selalu hidup dan menghantui gwe, well, in a good way. Gwe adalah sosok yang sangat mendalami setiap detail dalam berbagai hal, meskipun dalam pembawaannya gwe bisa jadi orang yang sangat cuek dan acuh terhadap hal sebesar apapun. Sisi yang sangat cengeng dan penuh perasaan dan sensitifitas yang membuat gwe tidak berani menengok ke belakang dan merelakan diri gwe menangis merindu dan berteriak minta pulang. Dalam hal ini, bagi gwe, membuka dan membaca kembali suara hati sang penulis surat bisa merangsang air mata gwe yang beberapa hari ini menemani gwe dalam kesendirian, kesusahan, frustrasi dan desperasi gwe.

Surat-surat, itu, suara hati kekasih yang sesungguhnya, cinta murni yang luput dari mata batin gwe, berdiam nyaman dalam kesunyian laci kamar, tidak tersentuh... Sampai pada hari di mana gwe berani membukanya kembali pada hari ini.

Tulisan itu, berwarna hitam dan biru, tidak sulit buat gwe mengenali sang penulis. Dua orang terdekat dalam hidup gwe, sosok yang sabar dan penyayang, penuh ketulusan dan keibuan. Dibanding kebanyakan orang yang keluar masuk hidup gwe, meninggalkan berjuta kenangan kopi susu yang pahit-pahit manis sepet, mereka tidak terkalahkan. Ibarat metamorfosa kupu-kupu.. Mereka yang ngemongin dan nungguin gwe mekar, dari ulat yang buruk rupa, beralih menjadi kepompong yang tertutup dan misterius, sampai pada hari gwe bertransformasi jadi kupu-kupu yang indah, mereka selalu ada dalam hidup gwe lately, saat gwe butuh, saat gwe gak butuh, saat gwe jatuh dan kritis membutuhkan uluran tangan saat gwe sedih, mereka yang memeluk dan membelai gwe dan mengatakan "Jangan nangis, semua akan baik-baik aja.", Saat gwe senang mereka tersenyum manis di belakang gwe meskipun gwe lupa sama mereka. Saat gwe pergi mereka yang paling tegar dan bangga dan saat gwe pulang, mereka pasti yang paling kangen sama gwe.
(btw, sebagai kupu-kupu,gwe..gak indah-indah banget sih, tapi dapetlah analoginya, ya? hee.)

Untuk ukuran sebuah cerpen, prosa, syair, atau apapun yang mereka tulis, dari sekian banyak surat "good bye and i'm/we're gonna mis you" yang menumpuk dalam sebuah amplop putih bertuliskan "Just for You", yang dimandatkan ke gwe saat gwe berangkat ke jerman, dua sejoli ini selalu menyita perhatian gwe saat gwe intip, gwe pirit. Rangkaian kata-kata yang simple tapi berisi. gwe ibaratkan sebuah charger handphone yang jadi barang darurat saat batere habis. Dan inilah, sebuah curhat melankolis, yang menghangatkan malam stres-ujian gwe. Menemani jeruk nipis panas dan filter terakhir: "Dua Pucuk Surat dari masa lalu, atas nama cinta."...

Sebuah buku yang gwe pinjam dari seorang teman baik, menyuratkan sebuah analisa yang kira-kira berbunyi demikian, "Kesuksesan seseorang tidak akan pernah lepas dari peran wanita yang ada di belakang layar.". Kalo kita buka pikiran kita, mungkin sosok wanita ini tidak harus berwujud istri, pacar, kekasih, hts-an, ttm-an, gebetan, kasih tak sampai (mulai gak jelas) atau obsesi kan? Bisa juga nenek-nenek tua, seorang ibu penyayang, ibu tiri galak a'la Cinderella atau mbok-mbok di warung kopi di Ciputat (gak penting..). Well, Siapapun dia, pada kenyataannya, seperti yang dialami Napoleon yang mengalami kejatuhan setelah ditinggal "wanita"nya atau Hitler yang luluh oleh pesona sang Eva, mereka kelihatannya punya porsi besar somehow, dalam keberhasilan seorang pria (atau wanita. gwe open minded kok..hehe). Entah bagaimana cara kerjanya, kalau di logic, hal ini memang sulit diiyakan, tapi biarkan begitu saja lah, begini saja "konsep itu" sudah sangat nyaman dan menyenangkan untuk dinikmati.

Anyway,

Dua lembar kertas itu berkata-kata soal gwe dan betapa gwe "betapa" dalam hidup mereka, yang sampai hari ini masih belum gwe pahami mengapa demikian. beberapa pesan dan kesan ditulis dalam waktu singkat (kelihatannya), penuh upaya dan haru (Pede!) Dibanding surat-surat perpisahan umum lainnya yang ber-lebay-an dan berkata-kata indah-romantis-maksa, kata-kata yang tertulis benar-benar sederhana, dengan "saya-kamu" yang gwe dengar setiap hari sebelum gwe berangkat, namun menyiratkan makna yang rasanya lebih besar daripada yang tersurat. Beberapa penggal kata-kata yang membekas di sanubari gwe (hhhaaahelah...), jadi lagu mellow merdu di malam yang belum juga menampakkan bintang-bintang..

"24 dari sekarang, kamu sudah ada di atas pesawat yang mengantar kamu ke tempat jauh, tempat yang sekian lama jadi pembicaraan mimpi dan harapanmu."

"Di manapun kamu berada sekarang, aku pasti sedang kangen banget sama kamu.."

"Risang jangan ragu lagi, inilah jalan hidupmuu, semangat ya, Jangan ragukan cinta kami kepada kamu, kami akan melakukan apapun untuk keberhasilanmu.."

"Kalau bisa mau rasanya bisa ikut kamu sepanjang hidup kamu sepanjang hidupku, tapi rencana Tuhan adalah hari ini kamu memulai jalan ke kedewasaan yang sesungguhnya.."

"Aku berharap sampai kapanpun kita gak akan pernah melupakan kebersamaan kita ini" I won't!

"Jadilah Risang yang lebih baik, Kalau Tuhan ngasih kesempatan kita untuk ketemu lagi, aku berharap kamu bisa membuatku lebih bangga dari kebanggaanku saat melepaskanmu hari ini.. Jadilah orang yang bernilai, Aku akan selalu mendoakanmu."

Ternyata gak beberapa penggal ding...

Anyway..

Kalo dipikir-pikir, unik juga bagaimana tinta dan pulpen bisa jadi segitu bermakna buat gwe.. They say, "Tinta lebih tajam dari peluru". Gwe bilang, "Tinta itu kadang bisa lebih lembut dari marshmellow".

Dan malam ini, gwe lipat lagi dua pucuk surat dari masa lalu atas nama cinta, kali ini, gwe simpan di atas meja, biar setiap kali bisa gwe lihat dan feel recharged lagi. laci? biar jadi tempat sampah yang sekarang harus disembunyikan dan dilupakan sesaat.

Lagipula, ga ada salahnya menyeret sedikit masa lalu yang bisa atau bahkan pasti jadi masa depan gwe, ke masa kini.. terutama, kalo mereka terbungkus rapi atas nama cinta.

No comments: